Minyak Atsiri Pala
Biji
pala terdiri dari dua bagian utama yaitu 30–45% minyak dan 45–60% bahan padat
termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua jenis yaitu minyak atsiri (essential
oil) dan minyak lemak (fixed oil) yang disebut nutmeg butter.
Perbedaan komponen tersebut bervariasi tergantung pada letak geografis dan
tempat tumbuhnya maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Walaupun
kandungan minyak atsiri dalam biji lebih rendah dari fixed oil, tetapi
komponen minyak atsiri lebih berperan penting sebagai pemberi rasa pada
industri makanan, minuman, dan dalam industri farmasi. Biji dan fuli pala
kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional. Keduanya
dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai ekonomi, sedangkan
daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan.
Pala dipanen biji, salut bijinya (arillus), dan daging buahnya. Dalam perdagangan,
salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam bahasa Inggris disebut mace,
dalam istilah farmasi disebut myristicae arillus
atau macis). Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex.
Panen pertama dilakukan 7 sampai 9 tahun setelah pohonnya ditanam dan mencapai
kemampuan produksi maksimum setelah 25 tahun. Tumbuhnya dapat mencapai 20m dan
usianya bisa mencapai ratusan tahun.
Sebelum dipasarkan, biji dijemur hingga kering setelah
dipisah dari fulinya. Pengeringan ini memakan waktu enam sampai delapan minggu.
Bagian dalam biji akan menyusut dalam proses ini dan akan terdengar bila biji
digoyangkan. Cangkang biji akan pecah dan bagian dalam biji dijual sebagai
pala.
Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai
sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman
penyegar (seperti eggnog). Minyaknya juga dipakai sebagai
campuran parfum atau sabun.
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut
di dalam air yang berasal dari tanaman.
Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses
destilasi. Pada proses ini jaringan
tanaman dipanasi dengan air atau uap air.
Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk
atau bersama uap air yang dilewatkan pada bahan.
Campuran uap air dan minyak atsiri dikondensasikan pada suatu
saluran yang suhunya relatif rendah. Hasil
kondensasi berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat mudah dipisahkan
kerena kedua bahan tidak dapat saling melarutkan.
Metode Penyulingan
Fuli dan biji pala mengandung minyak atsiri, masing-masing 11
dan 12%. Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh
dengan berbagai teknik penyulingan, yaitu:
1. Metode perebusan: Bahan direbus di dalam air
mendidih. Minyak atsiri akan menguap
bersama uap air, kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut alat
suling perebus.
2. Metode pengukusan:
Bahan dikukus di dalam ketel yang konstruksinya hampir sama dengan
dandang. Minyak atsiri akan menguap dan
terbawa oleh aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut
suling pengukus.
3. Metode uap langsung:
Bahan dialiri dengan uap yang berasal dari ketel pembangkit uap. Minyak atsiri akan menguap dan terbawa oleh
aliran uap air yang dialirkan ke kondensor untuk kondensasi. Alat yang digunakan untuk metode ini disebut
alat suling uap langsung.
Untuk skala kecil seperti yang dilakukan oleh kebanyakan
petani, metode pengukusan paling sering digunakan karena mutu produk cukup
baik, proses cukup efisien, dan harga alat tidak terlalu mahal. Untuk skala besar,
metode uap langsung yang paling baik karena paling efisien dibanding cara
lainnya.
Bagian Buah
Pala
Buah pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji yang terdiri atas
fuli, tempurung dan daging biji. Fuli adalah serat tipis (areolus) berwarna
merah atau kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang
terdapat antara daging dan biji pala. Daging buah pala cukup tebal dan beratnya
lebih dari 70% dari berat buah, berwarna putih kekuning-kuningan, berisi cairan
bergetah yang encer, rasanya sepat dan mempunyai sifat sebagai astringen (obat
luar bagi kulit). Berikut ini merupakan persentase berat dari bagian-bagian
buah pala menurut Rismunandar (1990) dalam Nurdjannah (2007).
Bagian buah
|
Persentase
basah (%)
|
Persentase
kering angin (%)
|
Daging
|
77,8
|
9,93
|
Fuli
|
4
|
2,09
|
Tempurung
|
15,1
|
-
|
Biji
|
13,1
|
8,4
|
BAHAN
1) Fuli pala
2) Buah pala muda.
Buah pala ini mempunyai fuli yang berwarna keputihan dan daging kulit
buah lunak. Biasanya yang digunakan
adalah buah yang berumur 4-5 bulan. Buah
pala muda ini relatif tinggi kadar minyak atsirinya.
3) Air
4) Kertas saring berlapis magnesium karbonat.
PERALATAN
1) Alat suling pengukus.
Alat ini digunakan untuk menyuling minyak atsiri dengan metode
pengukusan. Bagian-bagian utama dari
alat penyuling ini ialah:
- Ketel suling
- Pengembun uap (kondensor).
- Penampung hasil pengembunan.
2) Botol kaca berwarna gelap, atau jerigen plastik kualitas
tinggi.
CARA PEMBUATAN
1) Penyiapan Bahan
a. Fuli kering yang akan disuling tidak perlu dipersiapkan
secara khusus. Bahan ini dapat langsung dimasukkan ke dalam ketel suling. Sedangkan buah pala muda perlu dipotong atau
dicacah menjadi ukuran kecil-kecil (0,5-1 cm).
b. Ukuran potongan buah harus diusahakan seseragam
mungkin. Ukuran yang tidak seragam akan
meyulitkan penyusunan bahan di dalam ketel secara baik.
2) Penyiapan Alat Suling
Bagian dalam ketel dibersihkan. Setelah itu ketel diisi dengan air bersih.
Permukaan air barada 3-5 cm di bawah plat berpori yang menjadi alas potongan
fuli atau buah pala. Air yang paling
baik diisikan adalah air hujan, karena air ini tidak akan menimbulkan endapan
atau kerak pada dinding dalam ketel.
3) Pengisian Bahan ke dalam Ketel
a. Bahan diisikan ke dalam ketel secara baik. Bahan disusun dengan formasi seragam dan
mempunyai cukup rongga untuk penetrasi uap secara merata ke dalam tumpukan bahan. Tumpukan bahan yang terlalu padat dapat
menyebabkan terbentuk rat holes yaitu
suatu jalur uap yang tidak banyak kontak dengan bahan yang disuling. Tentu saja hal ini menyebabkan rendemen dan
mutu minyak akan rendah.
b. Setelah bahan diisikan ke dalam ketel, penutup ketel
ditutup secara rapat sehingga tidak ada celah sekecil apapun yang memungkinkan
uap lolos dari celah tersebut.
4) Penyulingan
a. Mula-mula kondensor dialiri dengan air pendingin. Pada saat itu alat pemisah air-minyak sudah
terpasang pada saluran keluar kondensat.
b. Ketel dipanaskan dengan api tungku atau kompor. Api harus diusahakan hanya mengenai dasar
ketel. Api yang terlalu besar bisa
menjilat dinding ketel sehingga dinding menjadi sangat panas, dan hal ini dapat
menyebabkan gosong atau rusaknya bahan yang terdapat di dalam ketel.
Penyulingan dilakukan selama 24-48 jam.
5) Pengurangan air
a. Minyak atsiri pala (dari fuli atau dari buah) yang
diperoleh masih mengandung sejumlah kecil air.
Air ini dapat dikurangi dengan menyaring minyak melalui kertas saring
berlapis magnesium karbonat.
b. Untuk memperoleh minyak atsiri pala dengan kandungan air
yang rendah, minyak atsiri pala harus disentrifusi dengan kecepatan tinggi atau
disaring dengan penyaring mekanis.
6) Penyimpanan
Minyak atsiri disimpan di dalam botol kaca yang berwarna
gelap dan kering. Botol ini harus ditutup rapat. Jerigen plastik yang berkualitas tinggi juga
dapat digunakan sebagai wadah penyimpan minyak atsiri pala.
Minyak
Atsiri
Penelitian
terhadap minyak atsiri tanaman pala telah banyak dilakukan. Hal ini disebabkan
karena fakta bahwa minyak atsiri mempunyai kandungan senyawa atau zat yang
lebih banyak, sehingga banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Selain
itu, minyak atsiri mengandung senyawa yang mempunyai pengaruh sebagai psikotropika
yang bersifat farmakologis. Minyak atsiri pala ini berupa cairan yang tidak
berwarna atau kuning pucat serta memiliki rasa dan bau yang menyerupai pala,
diperoleh dengan proses distilasi. Minyak ini dapat larut dalam alkohol, namun tidak
larut dalam air pada suhu 250C, sensitif pada cahaya dan udara,
sehingga tempat penyimpanannya harus terlindung dari cahaya dan dalam wadah
yang tertutup rapat. Komponen dalam biji dan fuli pala terdiri dari minyak
atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan
mineral-mineral. Biji pala yang dimakan ulat mempunyai presentase minyak atsiri
lebih tinggi daripada biji utuh karena pati dan minyak lemaknya sebagian
dimakan oleh serangga (Marcelle dalam Nurdjannah 2007). Persentase
minyak atsiri pada tanaman pala lebih rendah bila dibandingkan dengan fixed
oil (minyak lemak). Menurut Rismunandar dalam Nurdjannah (2007),
biji pala mengandung minyak atsiri sekitar 2-16% dengan rata-rata 10% dan fixed
oil (minyak lemak) sekitar 25-40%, karbohidrat sekitar 30% dan protein
sekitar 6%.
Minyak
atsiri pala dapat diperoleh dari penyulingan biji pala, sedangkan minyak fuli
dari penyulingan fuli pala. Minyak atsiri dari biji pala maupun fuli mempunyai
susunan kimiawi dan warna yang sama. Minyak fuli baunya lebih tajam daripada
minyak biji pala. Rendemen minyak biji pala berkisar antara 2-15% (rata-rata
12%), sedangkan minyak fuli antara 7-18% (rata-rata 11%). Bahan baku biji dan
fuli pala yang digunakan biasanya berasal dari biji pala muda dan biji pala tua
yang rusak (pecah). Rendemen dan mutu minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pra panen dan pasca panen. Faktor pra
panen meliputi jenis (varietas) tanaman, cara budidaya, waktu dan cara panen.
Faktor pascapanen meliputi cara penanganan bahan, cara penyulingan, pengemasan
dan transportasi. Biji pala yang akan disuling minyaknya sebaiknya dipetik pada
saat menjelang terbentuknya tempurung yaitu berusia sekitar 4-5 bulan. Pada
umur tersebut warna fuli masih keputih-putihan dan daging buahnya masih lunak.
Fuli yang tua dan sudah merah warnanya, kandungan minyak atsirinya relatif
rendah dan dimanfaatkan untuk ekspor (Somaatmaja, dalam Nurdjannah.
2007). Penyulingan dapat dilakukan dengan cara penyulingan uap pada tekanan
rendah, sedangkan penyulingan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan
terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan mutu minyak atsiri (Guenther dalam
Nurdjannah 2007).
Komponen dan
Kegunaan Minyak Atsiri
Frederick Power
dan Arthur Henry Salway merupakan orang pertama yang mengetahui kandungan
senyawa dalam pala dengan cara isolasi kemudian mengidentifikasi senyawa
tersebut pada tahun 1907-1908. Pada tahun 1960-an, senyawa lainnya dapat
diidentifikasi dengan menggunakan teknik modern seperti gas-cair kromatografi. Camphene
dan pinene merupakan senyawa utama dari minyak atsiri. Namun sekarang
diketahui bahwa terdapat senyawa lain seperti sabinene. Keberadaan camphene
dan sabinene saling bergantian dan mempunyai kandungan 50% dari minyak
atsiri pala.
Menurut
Dorman et al. dalam Nurdjannah (2007) komponen utama minyak biji
pala adalah terpen, terpen alcohol dan fenolik eter. Komponen monoterpen
hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak pala terdiri atas β-pinene
(23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene (7,5%). Sedangkan komponen fenolik eter
terutama adalah myristicin (16,2%), diikuti safrole (3,9%) dan metil eugenol
(1,8%). Selanjutnya Dorman et al., (2004) menyatakan terdapat 25
komponen yang teridentifikasi dalam minyak pala (sejumlah 92,1% dari total
minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan (hydrodistillation)
menggunakan alat penyuling minyak. Pada prinsipnya komponen minyak
tersebut teridentifikasi sebagai α-pinen (22,0%) dan β– pinen (21,5%), sabinen
(15,4), myristicin (9,4), dan terpinen–4-ol(5,7). Minyak fuli mengandung lebih
banyak myristicin daripada minyak pala. Kegunaan senyawa penyusun minyak atsiri
pala antara lain sebagai berkut :
1.
Camphene dan turunannya memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan insektisida
yang kuat, banyak digunakan dalam industri dan manufaktur. Camphene dapat
dikonversi menjadi senyawa lain, digunakan dalam pembuatan kapur barus, obat
dalam farmasi, dan camphene sendiri telah terbukti dapat mencegah atheromatosis
pada aorta beberapa hewan.
2.
d-pinene digunakan dalam pembuatan kapur barus (kamper), pelarut, plastik,
dasar parfum dan minyak pinus sintetis.
3.
Dipentene digunakan sebagai bahan pelarut, juga digunakan dalam pembuatan
resin.
4.
d-linalool juga disebut coriandrol, digunakan dalam wewangian.
5. d-borneol digunakan dalam pembuatan wewangian dan
dupa.
6. i-terpineol digunakan sebagai antiseptik, pembuatan
parfum dalam sabun.
7. Geraniol digunakan dalam wewangian.
8. Miristisin adalah senyawa pada pala yang banyak dipelajari,
karena sifat farmakologinya dan dapat menyebabkan efek halusinogen (masih belum
dibuktikan).
9.
Safrol digunakan pada industri untuk membuat wewangian, sabun dan digunakan sebagai
antiseptik.
10.
Eugenol dan iso-eugenol digunakan dalam pembuatan wewangian, selain minyak
cengkeh, dapat juga digunakan sebagai analgesik gigi.
Berdasarkan
informasi diatas diketahui bahwa semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan
olahan yang mempunyai nilai ekonomis, baik di pasar nasional maupun pasar internasional.
Pemanfaatan buah pala yang belum optimal, hendaknya perlu dilakukan inovasi
agar dapat menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani pala dan tidak hanya tergantung pada penjualan
biji pala saja.
makasih infonya bu, moga bermanfaat. amin..........
BalasHapusmakasih infoya bro
BalasHapus